Politika Media Sosial Indonesia 2025: Pengaruh Platform, Disinformasi & Demokrasi Digital

Fenomena politika media sosial Indonesia 2025 menunjukkan betapa pentingnya peran platform digital dalam proses politik, komunikasi publik, dan demokrasi di…
1 Min Read 0 36

Fenomena politika media sosial Indonesia 2025 menunjukkan betapa pentingnya peran platform digital dalam proses politik, komunikasi publik, dan demokrasi di Indonesia saat ini. Media sosial tidak lagi sekadar sarana bersosialisasi, tetapi telah menjadi arena utama pertarungan opini, kampanye politik, dan bahkan penyebaran disinformasi. Dengan penetrasi internet yang terus meningkat dan dominasi platform video-pendek serta aplikasi chat, lanskap politik Indonesia mengalami transformasi mendasar dalam cara warga mengonsumsi, menyebarkan dan menanggapi informasi. Artikel ini akan mengulas faktor-penggerak utama politika media sosial Indonesia 2025, bagaimana implementasi dan dampaknya di dunia politik, tantangan yang muncul, serta arah masa depan demokrasi digital-nya.


Faktor Penggerak Utama Politika Media Sosial Indonesia 2025

Salah satu faktor kunci dalam politika media sosial Indonesia 2025 adalah penetrasi pengguna internet dan media sosial yang sangat besar. Misalnya, data terbaru menunjukkan bahwa pada awal 2025 terdapat 143 juta identitas pengguna media sosial di Indonesia — setara dengan sekitar 50,2% dari total populasi. DataReportal – Global Digital Insights+1 Kondisi ini menciptakan basis massa yang sangat besar bagi aktivitas politik digital, kampanye, dan penyebaran konten politik.
Selain itu, perubahan perilaku konsumsi konten—termasuk dominasi video-pendek, streaming, dan interaksi melalui komentar/live—membentuk cara baru warga memperoleh berita politik dan bereaksi terhadapnya. Sebuah laporan menyebut bahwa persentase orang yang menonton video sosial naik dari 52% di 2020 menjadi sekitar 65% di 2025. Reuters Institute Dalam konteks Indonesia, ini berarti bahwa kampanye politik, ajakan aksi dan narasi politik semakin banyak dikemas dalam format visual dan viral.
Faktor ketiga adalah fungsi media sosial sebagai arena disinformasi dan manipulasi politik. Studi mengenai 2024 Indonesian presidential election menunjukkan bahwa penyebaran hoaks melalui media sosial seperti TikTok, Instagram dan Facebook memainkan peran signifikan dalam kampanye dan memengaruhi persepsi publik. Frontiers+1 Ketiga faktor ini saling bergabung membentuk lanskap politik digital yang kompleks di tahun 2025.


Implementasi Nyata: Kampanye, Disinformasi, dan Demokrasi Digital

Dalam praktiknya, politika media sosial Indonesia 2025 telah terlihat melalui berbagai fenomena nyata.
Contohnya, kampanye politik kini banyak dilakukan melalui platform digital, influencer, dan konten viral. Sebuah artikel dari ISEAS–Yusof Ishak Institute menyebut bahwa TikTok menjadi “alat utama” dalam kampanye pemilihan umum Indonesia 2024—menunjukkan bagaimana media sosial menjadi saluran strategis politik modern. ISEAS-Yusof Ishak Institute
Lebih lanjut, fenomena disinformasi juga semakin berat. Penelitian menemukan bahwa selama pemilu 2024, struktur dan pola hoaks terutama muncul di platform media sosial berbasis video dan teks, serta berkontribusi pada polarisasi politik dan fragmentasi sosial. Frontiers Aktor politik dan tim kampanye kini menggunakan algoritma, akses data, dan teknik mikro-targeting untuk mengarahkan pesan ke segmen-tertentu, yang membuat media sosial menjadi medan pertarungan politik yang terus menerus.
Di sisi demokrasi, media sosial memberi ruang yang lebih besar bagi partisipasi warga: penyebaran aspirasi, kritik terhadap pemerintah, dan mobilisasi massa kini bisa dilakukan dengan cepat dan tanpa batas geografis. Studi dari Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena mengungkap bahwa media sosial berfungsi sebagai “medium demokrasi” yang memungkinkan interaksi antara warga dan aktor politik serta memperkuat partisipasi publik. ResearchGate Namun, implementasi ini juga membawa tantangan besar bagi kualitas diskursus publik dan integritas proses demokrasi.


Dampak Terhadap Politik & Masyarakat

Dampak dari politika media sosial Indonesia 2025 sangat luas—baik bagi sistem politik, masyarakat umum, maupun para aktor politik.
Penggunaan media sosial secara massif telah memperkuat daya mobilisasi politik. Pengguna media sosial dapat dengan cepat terhubung, berbagi narasi dan ikut dalam kampanye digital. Namun, hal ini juga memperkuat populisme digital dan kampanye yang disederhanakan—yang kadang-lebih menekankan viralitas daripada substansi kebijakan.
Sebaliknya, disinformasi dan polarisasi meningkat. Persebaran hoaks, manipulasi algoritma, dan echo chamber membuat masyarakat semakin terkotak-kotak secara ideologis. Misalnya, fenomena di mana sebagian besar warga mendapat berita politik dari media sosial, yang jelas menunjukkan betapa besar pengaruh platform terhadap persepsi publik. The Jakarta Post+1
Dari sisi kelembagaan politik, aktor politik dan partai kini harus beradaptasi dengan media sosial sebagai arena strategis kampanye—mengubah cara mereka membangun citra, komunikasi publik, dan merespon krisis. Bahkan regulasi pun mulai diarahkan ke platform media sosial agar bertanggung jawab terhadap konten politik dan disinformasi. Sebuah berita menyebut bahwa pemerintah Indonesia memperingatkan platform seperti TikTok dan Meta untuk mengambil tindakan terhadap penyebaran konten menyesatkan atau face sanksi. The Times of India


Tantangan dan Arah Masa Depan Demokrasi Digital

Meski potensi yang ditawarkan sangat besar, politika media sosial Indonesia 2025 menghadapi berbagai tantangan penting yang harus diatasi agar demokrasi digital dapat berjalan sehat.
Pertama, regulasi dan akuntabilitas platform. Karena komersialisasi dan algoritma platform besar memengaruhi proses politik, diperlukan regulasi yang memastikan transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan terhadap pengguna serta integritas demokrasi.
Kedua, literasi digital dan media. Masyarakat perlu lebih mampu membedakan konten hoaks, memahami mekanisme algoritma dan menanggapi narasi digital dengan kritis. Tanpa literasi yang cukup, media sosial lebih mudah digunakan sebagai alat manipulasi.
Ketiga, akses teknologi dan inklusi. Untuk demokrasi digital yang adil, seluruh lapisan masyarakat—termasuk di daerah terpencil—harus bisa ikut serta dalam diskursus politik digital. Jika tidak, kesenjangan digital akan memperlebar ketidaksetaraan partisipasi politik.
Arah masa depan menunjukkan bahwa demokrasi digital akan semakin terintegrasi dengan teknologi seperti AI dan big data: kampanye politik personalisasi tinggi, penggunaan analitik untuk strategi politik, serta platform yang menyediakan ruang partisipasi langsung (misalnya live-Q&A, polling real-time). Sistem verifikasi konten dan fact-checking juga akan semakin penting.
Dengan demikian, politik di era media sosial tidak hanya akan berlangsung di parlemen atau debat publik, tetapi terus berjalan setiap hari di smartphone dan feed media sosial — menjadikan warga bukan hanya pemilih pasif tetapi partisipan aktif.


Penutup

Politika media sosial Indonesia 2025 menandai perubahan besar dalam mayapolitik dan demokrasi digital di tanah air. Media sosial telah menjadi ruang utama untuk kampanye, mobilisasi, diskusi publik dan bahkan persaingan politik—namun ini juga membawa tantangan seperti disinformasi, polarisasi, dan ketidaksetaraan digital.
Kunci agar demokrasi digital Indonesia dapat tumbuh sehat adalah regulasi yang tepat, literasi publik yang meningkat, serta inklusi teknologi yang merata. Bila semua pemangku kepentingan — warga, pemerintah, platform, dan masyarakat sipil — bergerak bersama, media sosial dapat menjadi kekuatan positif dalam memperkuat demokrasi, bukan justru melemahkannya.
Tahun 2025 menjadi masa di mana politik, teknologi, dan masyarakat saling berpadu — dan bagaimana kita mengelolanya akan menentukan arah demokrasi Indonesia ke depan.


Referensi

  • Subekti, D., et al. “The evidence in the 2024 Indonesian presidential election.” Frontiers in Political Science, 2025. Frontiers

  • Jalli, N., Unggraini, Y., Setianto, Y. “How TikTok’s visual politics shaped Indonesia’s 2024 election.” ISEAS-Yusof Ishak Institute, 2025. ISEAS-Yusof Ishak Institute

gaskan editor