Jenazah Bayi Sempat Tertahan di RS Raudhah Bangko, Jaminan Dewan Tak Laku, Setelah Motor Diserahkan Baru Pulang

Tampak Rumah Sakit Raudhan Bangko salah satu rumah sakit swasta di kabupaten Merangin
Tampak Rumah Sakit Raudhan Bangko salah satu rumah sakit swasta di kabupaten Merangin /


Penulis: Himun Zuhri | Beritajam.net | Berani Beda

MERANGIN,BERITAJAM.NET -- Malang nasib yang dialami M Ridwan Warga Desa Baru Nalo Kecamatan Nalotantan sudah jatuh tertimpa tangga pada Senin (20/6/2022) sore. Karena kehilangan buah hatinya.

Betapa tidak, anaknya yang masih berusia 1 bulan 5 hari itu meninggal dunia di Rumah Sakit Raudhah namun tak dapat langsung dibawa pulang karena kekurangan biaya.

Bahkan, setelah dijamin oleh salah satu anggota DPRD Merangin dari Fraksi Golkar Mulyadi juga tak menyurutkan niat pihak rumah sakit untuk meminta bayaran dan jaminan berupa barang.

Kejadian berawal, saat pasien yang merupakan seorang bayi yang sedang sakit dibawa kedua orang tuanya dari Desa Nalo Baru itu ke Raudhah menggunakan mobil ambulan Desa.

Sesampainya di RS Raudhah saat awal hendak berobat pihak rumah sakit sudah menjelaskan jika tidak melalui jalur BPJS harus lewat jalur umum dengan biaya berkisar Rp. 2,5 juta.

Karena kondisi bayi memprihatinkan pihak keluarga menyanggupi untuk melanjutkan perawatan anaknya yang berjenis kelamin laki-laki itu via jalur umum, menjelang BPJS anaknya diurus.

"Waktu mau berobat kata petugas biayanya berkisar 2,5 juta, karena lewat jalur umum, keluarga setuju," ujar Rudi salah satu keluarga bayi itu.

Namun malang tak dapat ditolak, setelah sekitar 6 jam dirawat bayi itu meninggal dunia, dan sontak pihak keluarga bayi terkejut takkala melihat rinciannya 4,3 juta yang harus dilunasi sebelum membawa jenazah bayi pulang.

Karena pihak keluarga hanya memiliki uang 2,5 juta dan masih kurang 1,8 juta lagi, dan tetap meminta pihak keluarga jika tidak diminta meninggalkan jaminan berupa barang yang bernilai ekonomis.

Bahkan terang Rudi beberapa kali pihak keluarga melakukan nego untuk menyerahkan jaminan sisa pembayaran sekitar 1,8 juta lagi berupa android (HP) orang tua bayi, namun tak diterima.

Kabarnya pihak rumah sakit tetap tidak bersedia dan minta jaminan lain. Karena pihak pasien punya keluarga anggota DPRD Merangin lalu melaporkan kondisi ini kepada Mulyadi.

Lalu, Mulyadi langsung datang ke Raudhah dan mencoba meyakinkan petugas rumah sakit bahwa sisa pembayaran akan dilunasi esok harinya, atau hari ini. Dia yang menjadi jaminan.

Politisi Golkar ini memberi jaminan dengan meyakinkan petugas bahwa dia anggota DPRD Merangin aktif, jika yang akan menjadi jaminan sisa pembayaran merupakan tanggung jawab dirinya.

Namun, apa mau dikata sosok pejabat yang sering disapa anggota dewan yang terhormat ini, tak berlaku jadi jaminan untuk membawa pasien bayi yang sudah meninggal itu pulang sebelum dilunasi.

Hal ini dibenarkan Mulyadi, bahwa ia sangat kecewa dengan kejadian ini dan merasa pihak rumah sakit tidak memberi toleransi dari sisi kemanusiaan. Singkat cerita jenazah dapat dibawa pulang saat satu unit motor yang ditinggal sebagai jaminan.

"Saya bilang dengan petugas saya yang jamin sisanya, saya anggota dewan aktif besok kami bayar, saya yang kesini. Namun petugas tidak mau dan minta saya hubungi direktur. Saya hubungi namun tak ada respon sama sekali, akhirnya motor jadi jaminan," kata Mulyadi.

Bendahara DPD Golkar Merangin ini berharap pihak rumah sakit Raudhah dapat memberi kelonggaran dalam kasus yang menimpa keluarga pasien apalagi pasien sudah meninggal.

"Harusnya ada toleransi, ini sudah termasuk urusan kemanusiaan," sambung anggota Komisi II DPRD Merangin yang merupakan mitra pemerintah daerah di bidang Pendidikan dan Kesehatan.

Sementara itu, pihak rumah sakit Raudhah melalui Manager Keuangan Darmaria membenarkan bahwa jenazah bayi tersebut sempat tertahan karena alasan pembayaran.

Begitupun dengan jumlah biaya yang harus dilunasi sebesar 4,3 juta, terjadi penambahan biaya dari estimasi awal karena ada tindakan medis berupa tindakan vena seksi yakni tindakan pembedahan untuk mendapatkan pembuluh darah.

"Memang benar biaya 4.3 juta karena ada operasi vena seksi dalam proses ini berhasil sehingga menjadi segitu, karena bayinya sulit diinfus, maka ada tindakan operasi," katanya.

Dia mengakui bahwa pihak keluarga pasien saat itu punya uang 2,5 juta, karena masih kurang maka pihaknya meminta jaminan sisa pembayaran. Namun ia membantah jika pihak keluarga pernah menawarkan jaminan berupa hp android.

Ia tak menampik bahwa ada pihak keluarga yang mengaku sebagai anggota dewan untuk menjadi jaminan, karena tak satupun yang mengenali anggota dewan tersebut dia menyarankan menghubungi direktur.

"Jaminan anggota dewan aja tidak bisa, waktu itu saya sudah sarankan kasir telepon direktur, apakah benar anggota dewan atau bukan," kata Darmaria yang seolah meragukan status Mulyadi dikarenakan ia dan teman-temannya sesama petugas merantau ke Merangin

"Saya kurang tau, biasa kalau dewan menghubungi direktur kami, akan kami lepas walaupun belum dibayar, karena tidak ada yang kenal dengan dewan itu makanya kami minta jaminan," tambahnya.

Sebab, lanjut Darmaria jika sudah ada instruksi direktur pihaknya pasti akan melepasnya, karena tak kunjung ada instruksi makanya ia tetap minta jaminan sebelum bisa pulang.

"Kalau ada instruksi kami lepas, kami tidak se saklek itu, kami tau juga ini jenazah. Sebab kami tidak kenal siapa yang jamin, apalagi tidak ada direktur yang menghubungi kami," tegasnya.

Ia juga memastikan bahwa jaminan harus barang yang ada nilai ekonomisnya karena sumber pendapatan rumah sakit satu-satunya dari pasien. Juga bisa orang tetapi yang dikenal sebagai penjamin.

"Jaminan yang tidak ada nilai ekonomis tidak bisa, karena kami swasta, kalau orang yang jelas yang kami kenal saja, itu juga boleh. Kebetulan mereka menjaminkan motor tadi malam, dan sekitar jam 2 tadi sudah dibayar motor-pun sudah dikembalikan," ujarnya Selasa (21/6/2022) siang.

Saat ditanya apakah tidak ada toleransi dari sisi kemanusiaan jika kasus seperti ini? "Kami fleksibel sih pak, ada juga yang kami lepas, ini kerugian rumah sakit jadinya," terangnya.

"Dan sudah sering ada pasien tak sanggup bayar, apalagi tengah malam, dak bawak apa-apa, dia nyerah, kita mau gimana lagi, ya jadi termasuk kerugian kami. Selaku petugas kami tetap berusaha untuk menagihnya," ujarnya lagi.

Selanjutnya, dr. Erina dari bagian pelayanan menambhakan bahwa dari sisi medis, pasien datang ke rumah sakit dalam kondisi kesehatan yang terbilang berat, sesak hebat serta pemasangan infus yang tidak berhasil.

"Makanya vena seksi tapi biaya bertambah, kondisi pasien semakin berat dan akhirnya pasien meninggal, masuknya juga dalam kondisi memburuk," pungkasnya (*).